Istilah “paradigma” pada awalnya berkembang
dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu
pengetahuan.Secaraterminologi tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam
dunia ilmu pengetahuan adalah Thimas S.Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution
(1970:49). Inti sari pengertian paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar
dan asumsi-asumsi teoritis yang umum(merupakan suatu sumber nilai),sehingga
merupakan suatu sumber hukum-hukum,metode,serta penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat,ciri,serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Istilah ilmiah tersebut
kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu
pengetahuan lain misalnya politik , hukum , ekonomi , budaya, serta bidang-bidang
lainnya. Dalam masalah yang popular ini istilah”Paradigma” berkembang menjadi
terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai.Kerangka
pikir,orientasi dasar,sumber asas arah dan tujuan dari suatu perkembangan ,
perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang
pembangunan,reformasi,maupun dalam pendidikan.
B.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan
Untuk mencapai tujuan
dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan
pembangunan nasional.Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan
harkat dan martabatnya..Tujuan Negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 yang rinciannya
adalah sebagai berikut :”melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Hal ini dalam
kapasitasnya tujuan Negara hukum formala adapun rumusan”.memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa :.Hal ini dalam pengertian
Negara hukum material.Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional
(tujuan umum): ”Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
social.”Hal ini diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat internasional.
Secara filosofis
hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigmapembangunan nasional mengandung
suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila.Oleh Karena hakikat
nilai-nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia
sebagai objek pendukung pokok sila-sila Pancasila sekaligus sebagai pendukung
pokok Negara.Oleh karena itu Negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui
pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus
dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia “monopluralis”.
Unsur-unsur
hakikat manusia “monopluralis”
meliputi susunan kodrat manusia.Rokhani (jiwa) dan raga.Sifat kodrat manusia
makhluk individu dan makhluk social serta kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi diri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.maka
pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia “monopluralis”
tersebut.Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang mencakup
akal,rasa,dan kehendak,aspek raga,aspek individu ,aspek makhluk social ,aspek
pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.Kemudia pada gilirannya
dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan diantaranya :
politik.hukum,ekonomi,pendidikan,sosal,budaya,ilmu
pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan beragama.
1.
Pancasila
sebagai Paradigma Perkembangan Iptek
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatam harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi.Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan
suatu hasil kreativitas tokhani manusia.Unsur jiwa manusia meliputi aspek
akal,rasa dan kehendaki.Akal merupakan potensi rokhaniah manusia dalam hubungan
dengen intelektualitas,rasa dalam bidang estetis,dan kehendak dalam bidang
moral (etika).
Dalam masalah ini Pancasila telah memberikan dasar
nilai-nilai bagi perkembangan Iptek demi kesejateraan hidup
manusia.Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada
moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Mengkomplemetasikan ilmu
pengetahuan,mencipta,[erimbangan antara rasional dan irasional,antara akal,rasa
dan kehendak.Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang
ditemukan,dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbanngkan maksudnya dan
akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan
melestarikan. Sila ini menempatkan manusia dialam semesta bukan sebagai
pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya
(T.Jacob,1986).
Sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab
Memberikan
dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek haruslah bersifat
beradab.Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan
bermoral.Oleh karena itu pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan
demi kesejahteraan umat manusia.
Sila Persatuan Indonesia
Mengkomplemetasikan
universalis dan internasionalisme (kemanusiaa) dalam sila-sila yang
lain.Pengembanbgan Iptek diarahkan demi kesejahteraan umat manusia termasuk di
dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Mendasari pengembangan Iptek secara
demokratis.Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk
mengembangkan Iptek. Selain itu dalam pengembangan Iptek setiap ilmuwan juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap
yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik,dikaji ulang maupun dibandingkan
dengan penemuan teori lainnya.
Sila Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Mengkomplementasikan pengenmbangan Iptek haruslah
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,manusia dengan
Tuhannya,manusia dengan manusia lain,manusia dengan masyarakat bangsa dan
Negara serta manusia dengan alam lingkungannya (T.Jacob,1986).
Kesimpulannya bahwa pada hakikatnya sila-sila
Pancasila harus merupakan sumber niai,kerangka pikir serta basis moralitas bagi
pengembangan Iptek.
2.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam
bidang antara lain POLEKSOSBUD HANKAM. Pembangunan yang merupakan realisasi
praksis dalam Negara untuk mencapai tujuan seluruh warga harus mendasarkan pada
hakikat manusia sebagai subjek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Hakikat
manusia adalah “monopluralis” artinya meliputi berbagai unsur yaitu
rokhani-jasmani,individu-makhluk social serta manusia sebagai pribadi-makhluk
Tuhan yang Maha Esa.Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pengembangan POLEKSOSBUD HANKAM.Hal inilah yang sering diungkapkan dalam
pelaksanaan manusia secara lengkap ,secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat
manusia monopluralis ,atau dengan lain
perkataan membangun martabat manusia.
3.Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus
mendasarkan pada dasar ontologis manusia.Hal ini didasarkan pada kenyataan
objektif bahwa manusia adlaah sebagai subjek Negara,oleh karena itu kehidupan
politik dalam Negara harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat
dan martabat manusia.
Selain
system politik Negara Pncasila memberikan dasar-dasar moralitas politik Negara.
Telah diungkapkan oleh para pendiri Negara Majelis Permusyawaratan
Rakyat,misalnya Drs.Moh.Hatta,menyatakan bahwa ‘negara berdasarkan atas
Ketuhanan yang Maha Esa.atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab.Hal ini
menurut Moh.Hatta agar memberikan dasar-dasar moral supaya Negara tidak
berdasarkan kekuasaan,oleh karena itu dalam politik Negara termasuk para elit
politik dan para penyelenggara Negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan
serta memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan
sistematis,bahwa dalam politik Negara harus mendasarkan pada kerakyatan (Sila
IV),adapun pengembangan dan aktualisasi politik Negara berdasarkan pada
moralitas berturut-turut moral Ketuhanan yang Maha Esa (Sila I),moral
kemanusiaan (Sila II) dan moral persatuan,yaitu iketan moralitas sebagai suatu
bangsa (Sila III).Adapun aktualisasi dan pengembangan politik Negara demi
tercapainya keadilan dalam hidup bersama (Sila V).
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan politik Negara
terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas
sebagaimana tertuang dalam sila-sila Pancasila sehingga praktek-praktek politik
yang menghalalkan segala cara dengan memfitnah , memprovokasi menghasut rakyat
yang tidak berdosa untuk diadu domba harus segera diakhiri.
4.Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Ekonomi
Atas dasar kenyataan objektif inilah maka di Eropa
pada awal abad ke-19 munculah pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan eknomi
tersebut yaitu sosialisme komunisme yang memperjuangkan nasib kaum proletar
yang ditindas oleh kaum kapitalis.Oleh karena itu kiranya menjadi sangat
penting bahkan mendesak untuk dikembangkan system eknomi yang mendasarkan pada
moralitas humanistik ,ekonomi yang berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Mubyarto kemudia
mengembangkan ekonomi kerakyatan humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas.Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan
dengan nilai-nilai moral kemanusiaan (Mubyarto,1999)Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan
manusia,agar manusia menjadi lebih sejahtera.Oleh karena itu ekonomi harus
mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan kemanusiaan, ekonomi
untuk kesejahteraan manusia yang hanya mendasarkan pada persaingan
bebas,monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan pada manusia satu
dengan yang lainnya.
5.Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Sosial Budaya
Dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi
muda ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia
sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila,Dalam prinsip etika pancasila
pada hakikatnya bersifat humanistic artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan
pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat sebagai makhluk yang
berbudaya.Terdapat rumusan dalam sila kedua Pnacasila yaitu :”Kemanusiaan yang adil dan beradab”.Pancasila
merupakan sumber normatife bagi peningkatan humanisasi dalam bidang social
budaya .Sebagai kerangka kesadaran Pancasila dapat merupakan dorongan untuk (1)
universalisasi yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur dan (2)
transendentalisasi yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan
spirituak (Koentowijoyo,1986).Dengan demikian maka proses humanisasi universal
akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi kepentingan kelompok
sosial tertentu sehingga menciptakan system social budaya yang beradab.
6.Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan HANKAM
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat
hukum.Demi tegaknya hak-hak warga Negara maka diperlukan peraturan
perundang-undangan Negara,baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun
dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
Oleh karena Pancasila sebagai dasar negara dan
mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monoplurals maka pertahanan dan
keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya hak dan martabat manusia
sebagai pendukung pokok Negara.Demikian pula pertahan dan keamanan Negara
bukanlah hanya untuk kelompok warga atau kelompok politik tertentu sehingga
berakikat Negara menjadi totaliter dan otoriter.Oleh karena itu pertahan dan
keamanan Negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
Pertahanan
dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya
kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa (Sila Indonesia
dan II).Pertahanan dan keamanan Negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi
kepentingan warga dalam seluruh waga sebagai warga Negara (Sila III).Pertahanan
dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar,persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan(Sila IV) dan akhirnya pertahanan dan keamanan haruslah di
peruntukkan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (terwujudnya suatu
keadilan social) agar benar-benar Negara meletakan pada fungsi yang sebenarnya
sebagai suatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan atas
kekuasaan.
7.Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Kehidupan Beragama
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang
fundamental bagi umat bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dan kehidupan
beragam dinegara Indonesia tercinta ini.Dalam pengertian inilah maka Negara
menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa”Negara
berdasrkan atas Ketuhanan yang Maha Esa,atas dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab”.Hal ini berarti bahwa kehidupan Negara berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama serta
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Hal ini menunjukan bahwa dalam Negara Indonesia
memberikan kebebasan atas kehidupan beragama atau dengan yang lain perkataan
menjamin atas demokrasi di bidang agama.Oleh karena itu kehidupan beragama
dalam Negara Indonesia dewasa ini harus dikembangkan kearah terciptanya
kehidupan bersama yang penuh toleransi,saling menghargai berdasarkan nilai
kemanusiaan yang beradab.
C.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi
Bangsa Indonesia ingin
mengadakan suatu perubahan,yaitu menata kembali kehidupan bangsa dan bernegara
demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera,masyarakat yang bermatabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia masyarakat yang demokratis
yang bermoral religious serta masyarakat yang bermoral kemnusiaan dan
beradab.Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi ini demi meraih
kekuasaan,sehingga tidak mengherankan jikalau banyak terjadi perbenturan
kepentingan politik.Namun demikian dibalik berbagai macam keterpurukan bangsa
Indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dilikinya yaitu
nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu
nilai-nilai pancasila.Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan Negara dalam
suatu system Negara dibawah nilai-nilai Pancasila,bukan menghancurkan dan
membubarkan bangsa Negara Indonesia.
Betapa pun perubahan
dan reformasi dilakukan namun bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai
religious nya , nilai kemanusiaan , nilai persatuannya , nilai kerakyatan serta
nilai keadilannya.Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah
mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa
Indonesia,selama ini diselewengkan demi kekuasaan kelompook orang baik pada
masa orde lama maupun orde baru.Oleh karena itu proses reformasi walaupun dalam
lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai
yang jelas yang merupakan arah tujuan serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila.
Nilai
Ketuhanan,kemanusiaan,persatuan,kerakyatan dan keadilan ada secara objektif dan
melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa
sehari-hari.Reformasi dengan melakukan perubahan dalam sebagai bidang yang
sering diteriakan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan
perubahan terhadap sumbernya itu sendiri.
1. Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam proses réformasi sudah
seharusnya dilakukan adanya perubahan terhadap perundang-undangan. Hal ini
berdasar pada adanya kenyataan setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya
kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang dampaknya sangat parah adalah
dibidang hukum. Subsistem hukum tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan
masyarakat dan cenderung bersifat imperatif bagi penyelenggarapemerintah.Jadi untuk melakukan adanya reformasi harus
memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang terkandung dalam pancasila
yang merupakan dasar cita-cita reformasi.
2. Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan
aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana
terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV
yang berbunyi “…..maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nilai
demokrasi politik yang terkandung dalam Pancasila merupakan fondasi bangunan
negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataanya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut,
dan pada realisasinya baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru negara lebih
mengarah pada praktek otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang
terbesar kepada presiden.Nilai demokrasi politik
tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat
2, pasal 2 ayat 2, pasal 5 ayat 1, dan pasal 6 ayat 2.
3. Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan ekonomi yang selama
ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai
kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh
kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa dan pada kenyataannya
tidak mampu bertahan.Justru sektor ekonomi yang mampu bertahan pada masa krisis
dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha
rakyat.
Langkah strategis dalam upaya
melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan
Pancasila dan mengutamakan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yaitu :
a)
Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayan, yaitu dilakukan dengan
program “social safety net”yang popular dengan program Jaring
Pengaman Sosial(JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah, maka Pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta
mengadili bagi oknum Pemerintah masa ordebaru yang melakukan pelanggaran. Hal
ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.
b)
Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi.Upaya ini
dilakukan denganmenciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkanperlindungan
hokum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan
penyehatan dalam sector perbankan menjadi prioritasutama, karena Perbankan
merupakan jantung perekonomian.
c)
Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka
perludiciptakan system untuk mendorong percepatan perubahan structural(structural
transformation). Transformasi struktural ini meliputi prosesperubahan dari
ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomilemah ke ekonomi yang
tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomipasar, dari ketergantungan kepada
kemandirian, dari orientasi dalamnegeri keorientasi ekspor. Dengan sendirinya
intervensi birokratpemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi Melalui monopoli
demikepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan system ekonomi
yangmendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsamaka
peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besarrakyat, sehingga
dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi Pancasila dapat
dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif dan subyektif. Aktualisasi
Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan
kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif
maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya
seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam
undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan
lainnya.Adapun aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila
pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup
negara dan masyarakat.Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik
warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama
kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar memiliki
moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
E. Tridharma Perguruan Tinggi
Pendidikan Tinggi sebagai institusi
dalam masyarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan
masyarakat melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat.
Menurut PP No. 60 Tahun 1999, perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang
disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi :
1) Pendidikan Tinggi
Lembaga pendidikan tinggi memiliki
tugas melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan
sumber daya yang berkualitas. Tugas pendidikan tinggi adalah :
·
Menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan
atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
·
Mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional. Pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah value
free (bebas nilai), melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai
ketuhahan dan kemanusiaan. Oleh karena itu pendidikan tinggi haruslah
menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral ketuhanan yang
mengabdi pada kemanusiaan.
2). Pengabdian kepada Masyarakat
Pengabdian kepada masyarakat adalah
suatu kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan
sumbangan demi kemajuan masyarakat.Realisasi pengabdian kepada masyarakat
dengan sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat serta karakteristik
bidang ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan.Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya
merupakan suatu aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan
umat manusia.Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya merupakan suatu
aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh
nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
F. Budaya Akademik
Warga dari suatu perguruan tinggi
adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah.Oleh karena itu
masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan
esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri masyarakat
ilmiah sebagai budaya akademik sebagai berikut :
·
Kritis, senantiasa mengembangkan sikap ingin
tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya
melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
·
Kreatif, senantiasa mengembangkan sikap
inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi
masyarakat.
·
Obyektif, kegiatan ilmiah yang dilakukan
harus benar-benar berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah, bukan karena
kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
·
Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus
dilakukan dengan suatu metode ilmiahyang merupakan suatu prasyarat untuk
tercapainya suatu kebenaran ilmiah.
·
Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan
suatu karya baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.
·
Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya
akademik harus dikembangkan terus menerus.
·
Dialogis, dalam proses transformasi ilmu
pengetahuan dalam masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik
untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta mendiskusikannya.
·
Menerima
kritik, sebagai
suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan akademik senantiasa
bersifat terbuka terhadap kritik.
·
Menghargai
prestasi ilmiah/akademik,
masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi
dari suatu kegiatan ilmiah.
·
Bebas
dari prasangka,
budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan
kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
·
Menghargai
waktu,
senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin, terutama demi
kegiatan ilmiah dan prestasi.
·
Memiliki
dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya
akademik.
·
Berorientasi
ke masa depan,
mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiahke masa depan dengan suatu perhitungan
yang cermat, realistis dan rasional.
·
Kesejawatan/kemitraan, memiliki rasa persaudaraan yang
kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu budaya
akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi almamater sebagai suatu
tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.
G. Kampus sebagai Moral
Force Pengembangan Hukum dan HAM
Masyarakat kampus wajib senantiasa
bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap
masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan
kemanusiaan.Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh
kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia.Dasar pijak
kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan
kemanusiaan.
Indonesia dalam melaksanakan
reformasi dewasa ini, agenda yang mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi
dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.Negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan
penataan negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus
menegakkan supremasi hukum.Agenda reformasi yang pokok segera direalisasikan
adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum.Konsekuensinya dalam
mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan
pengembangan hukum positif.
Dalam reformasi bidang hukum, bangsa
Indonesia telah mewujudkan Undang-undang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39
Tahun 1999. Sebagaimana terkandung dalam konsideran bahwa yang dimaksud hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Disamping hak asasi manusia, undang-undang ini juga menentukan
Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut
mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat obyektif dan benar-benar
berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena
kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan politik dan konspirasi
kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia.Perlu disadari
bahwa dalam menegakkan hak asasi manusia pelanggaran terhadap hak asasi manusia
dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa
negara baik disengaja maupun tidak disengaja
0 comments:
Post a Comment